Selasa, 10 Januari 2017

~(REVISI UU ITE 2016)~

Revisi Undang-undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) kini telah selesai dibahas dan sudah disahkan dalam Undang-undang (UU) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
“Alhamdulillah, Chief. Barusan (RUU ITE) disetujui DPR & Pemerintah dalam rapat paripurna DPR,” ujar Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara".
Setelah disahkan oleh DPR, UU tersebut masuk ke tahap pemberkasan di DPR. Selanjutnya, Presiden akan menuangkannya dalam berita Negara dan Undang-Undang yang telah mengalami perubahan itu pun langsung berlaku.
Menurut Rudiantara," perubahan UU ITE ini hanya dilakukan dalam beberapa hal minor saja. Tujuan utamanya adalah supaya bisa menyesuaikan dengan dinamika teknologi dan tidak ada pihak yang bisa memanfaatkan UU ITE untuk melakukan kriminalisasi pada pihak lain."
Seiring dengan pengesahan revisi tersebut, Rudiantara langsung berkicau di akun Twitter pribadinya untuk menerangkan sejumlah poin yang berubah terhadap UU ITE.
Rincian 7 muatan materi tersebut ialah :
1. penambahan jumlah penjelasan untuk menghindari multi tafsir terhadap ketentuan penghinaan/pencemaran nama baik pada Pasal 27 ayat 3.
2. Menurunkan ancaman pidana pencemaran nama baik, mulai dari yang paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun, dan denda dari Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta.
Selain itu, menurunkan ancaman pidana kekerasan Pasal 29, sebelumnya paling lama 12 tahun, diubah menjadi 4 tahun dan denda Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.
3. Melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi atas Pasal 31 ayat 4 yang berisikan tentang pengaturan cara intersepsi ke dalam UU, serta menambahkan penjelasan pada ketentuan Pasal 5 ayat 1 dan 2 mengenai informasi elektronik sebagai alat bukti hukum.
4. Sinkronisasi hukum acara penggeledahan, penyitaan, penangkapan, dan penahanan dengan hukum acara dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
5. Memperkuat peranan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) UU ITE untuk memutuskan akses terkait tindak pidana TIK.
6. Menambahkan Right to be Forgotten, yaitu kewajiban menghapus konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik. Pelaksanaannya dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.
7. Memperkuat peran pemerintah untuk mencegah penyebarluasan konten negatif di internet, dengan menyisipkan kewenangan tambahan pada ketentuan Pasal 40.
Dari kewenangan tersebut dapat disimpulkan bahwa kewajiban untuk mencegah penyebarluasan informasi elektronik yang memiliki muatan terlarang, dan kewenangan memutus akses atau memerintahkan penyelenggara sistem elektronik untuk memutus akses terhadap informasi elektronik yang melanggar hukum.
CONTOH KASUS PELANGGARAN UU ITE :

                   ~(KASUS YUSNIAR JADI BUKTI PASAL KARET YANG BERMASALAH)~


Telah diberitakan sebelumnya, pasal karet di UU ITE kembali menjerat korban. Kali ini, giliran seorang ibu bernama Yusniar di Makassar ditahan karena dianggap telah melakukan pencemaran nama baik di internet.
Berawal dari kisruh rebutan warisan yang telah berlangsung lama dan mulai memanas tahun ini, lalu ada aksi perusakan yang kemudian membuat Yusniar menuliskan tanggapannya di Facebook. Namun siapa sangka ucapan yang tak merujuk pada seseorang itu membuatnya dikenai tuduhan pencemaran nama baik oleh anggota DPRD Kabupaten Jeneponto bernama Sudirman Sijaya.
Menanggapi hal tersebut, Regional Coordinator Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) Damar Juniarto menuturkan kasus ini bisa menjadi bukti kuat pasal 27 ayat 3 di UU ITE begitu bersifat karet.
"Yusniar yang tidak menyebut siapa pun dalam statusnya di Facebook bisa dijerat dan bahkan kini ditahan lebih dari 14 hari di tahanan Kejaksaan sambil menunggu sidang kedua," ujar Damar.
Padahal, jika merujuk pada pasal 310 KUHP, jelas diatur bahwa pihak yang berperkara adalah orang yang disebut namanya.
"Sekali lagi ini harus orang yang merasa dicemarkan namanya dan bukan institusi. Jadi tidak bisa diwakili atau bahkan tidak bisa mewakili institusi/organisasi," tutur Damar menegaskan.
Sementara dalam kasus Yusniar, kata-kata yang dipermasalahkan karena adanya ucapan yang menyinggung anggota DPR dan pengacara. "Siapa anggota DPR yang dimaksud Yusniar? Siapa pengacara yang dimaksud Yusniar? Kan sebetulnya tidak jelas", kata Damar melanjutkan.
Oleh sebab itu, apabila Sudirman Sijaya yang melaporkan kasus ini merasa dirinya adalah orang yang dimaksud Yuniar, sebenarnya ada ada beberapa kejanggalan.
Menurut pria yang juga aktif di Forum Demokrasi Digital ini, ucapan Yusniar yang menyebut kata "anggota DPR" tak sesuai dengan Sudirman karena Sudirman merupakan "anggota DPRD". Terlebih, tulisan Yusniar disimpulkan sendiri oleh pengadu. Hal itu yang harus dibuktikan lebih dulu oleh polisi saat penyelidikan.
Hal senada juga diungkapkan oleh relawan SAFEnet Makassar Syaifullah yang ikut mendampingi Yusniar selama kasus ini. Syaifullah dan penasihat hukum Yusniar menilai, tuduhan pencemaran nama baik yang dialamatkan ke Yusniar merupakan hal yang keliru.

Menurut pemikiran saya tentang pernyataan diatas dapat kita simpulkan bahwa UU ITE ini memiliki sisi positif dan sisi negatif yaitu :
SISI POSITIF :" Mengetahui orang-orang yang melecehkan seseorang dengan sememena tanpa dasar apapun itu ". Sedangkan,
SISI NEGATIF :" Ada saja orang yang memanfaatkan UU ITE dengan semaunya yang bisa mengakibatkan kesalah pahaman yang besar atas sebuah argumen yang berladasan dan memiliki bukti yang kuat akan sebuah kebenaran."

#TERIMAKASIH DAN MOHON TANGGAPAN, KRITIK DAN SARANNYA :-)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar